Selamat Datang di Blog Inspiratif Penuh Dengan Ilmu Pengetahuan

Minggu, 27 Oktober 2013

APBN

Tugas Mata Kuliah : Hukum Pajak Dan Perpajakan
Anggota :       Eli Yuliani                  2107120015
                        Hendri Suryadi AI    2107120148
                        Nida Nurwahidah     2107120097
                        Susilawati P               2107120151
                        Yanti Apriani                        2107120129

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara Indonesia yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. APBN berisi daftar sistematis dan terperinci yang memuat rencana penerimaan dan pengeluaran negara selama satu tahun anggaran (1 Januari - 31 Desember). APBN, perubahan APBN, dan pertanggungjawaban APBN setiap tahun ditetapkan dengan Undang-Undang. Pemerintah mengajukan Rancangan APBN dalam bentuk RUU tentang APBN kepada DPR. Setelah melalui pembahasan, DPR menetapkan Undang-Undang tentang APBN selambat-lambatnya 2 bulan sebelum tahun anggaran dilaksanakan.
Pelaksanaan APBN
Setelah APBN ditetapkan dengan Undang-Undang, pelaksanaan APBN dituangkan lebih lanjut dengan Peraturan Presiden.
Berdasarkan perkembangan, di tengah-tengah berjalannya tahun anggaran, APBN dapat mengalami revisi/perubahan. Untuk melakukan revisi APBN, Pemerintah harus mengajukan RUU Perubahan APBN untuk mendapatkan persetujuan DPR. Perubahan APBN dilakukan paling lambat akhir Maret, setelah pembahasan dengan Badan anggaran DPR. Dalam keadaan darurat (misalnya terjadi bencana alam), Pemerintah dapat melakukan pengeluaran yang belum tersedia anggarannya. Selambatnya 6 bulan setelah tahun anggaran berakhir, Presiden menyampaikan RUU tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBN kepada DPR berupa Laporan keuangan yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan.
Sumber penerimaan APBN
Penerimaan APBN diperoleh dari berbagai sumber yaitu :
1.      Penerimaan pajak yang meliputi :
a.       Pajak Penghasilan (PPh).
b.      Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
c.       Pajak Bumi dan Bangunan(PBB).
d.      Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) & Cukai.
e.       Pajak lainnya seperti Pajak Perdagangan (bea masuk dan pajak/pungutan ekspor).
2.      Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) meliputi :
a.       Penerimaan dari sumber daya alam.
b.      Setoran laba Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
c.       Penerimaan bukan pajak lainnya.
d.      Belanja terdiri atas dua jenis:
Belanja Negara
Belanja Pemerintah Pusat, adalah belanja yang digunakan untuk membiayai kegiatan pembangunan Pemerintah Pusat, baik yang dilaksanakan di pusat maupun di daerah (dekonsentrasi dan tugas pembantuan).
Belanja Pemerintah Pusat dapat dikelompokkan menjadi:
a.       Belanja Pegawai
b.      Belanja Barang
c.       Belanja Modal
d.      Pembiayaan Bunga Utang
e.       Subsidi BBM dan Subsidi Non-BBM
f.       Belanja Hibah
g.      Belanja Sosial (termasuk Penanggulangan Bencana).
Belanja Daerah, adalah belanja yang dibagi-bagi ke Pemerintah Daerah, untuk kemudian masuk dalam pendapatan APBD daerah yang bersangkutan.
Belanja Pemerintah Daerah meliputi:
a.       Dana Bagi Hasil
b.      Dana Alokasi Umum
c.       Dana Alokasi Khusus
d.      Dana Otonomi Khusus.
Pembiayaan
Pembiayaan meliputi:
Pembiayaan Dalam Negeri, meliputi Pembiayaan Perbankan, Privatisasi, Surat Utang Negara, serta penyertaan modal negara.
Pembiayaan Luar Negeri, meliputi: Penarikan Pinjaman Luar Negeri, terdiri atas Pinjaman Program dan Pinjaman Proyek
Pembayaran Cicilan Pokok Utang Luar Negeri, terdiri atas Jatuh Tempo dan Moratorium.
Dalam penyusunan APBN, pemerintah menggunakan 7 indikator perekonomian makro, yaitu:
a.       Produk Domestik Bruto (PDB) dalam rupiah
b.      Pertumbuhan ekonomi tahunan (%)
c.       Inflasi (%)
d.      Nilai tukar rupiah per USD
e.       Suku bunga SBI 3 bulan (%)
f.       Harga minyak indonesia (USD/barel)
g.      Produksi minyak Indonesia (barel/hari)
Fungsi APBN
APBN merupakan instrumen untuk mengatur pengeluaran dan pendapatan negara dalam rangka membiayai pelaksanaan kegiatan pemerintahan dan pembangunan, mencapai pertumbuhan ekonomi, meningkatkan pendapatan nasional, mencapai stabitas perekonomian, dan menentukan arah serta prioritas pembangunan secara umum.
APBN mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi, dan stabilisasi. Semua penerimaan yang menjadi hak dan pengeluaran yang menjadi kewajiban negara dalam suatu tahun anggaran harus dimasukkan dalam APBN. Surplus penerimaan negara dapat digunakan untuk membiayai pengeluaran negara tahun anggaran berikutnya.
Fungsi otorisasi, mengandung arti bahwa anggaran negara menjadi dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan, Dengan demikian, pembelanjaan atau pendapatan dapat dipertanggungjawabkan kepada rakyat.
Fungsi perencanaan, mengandung arti bahwa anggaran negara dapat menjadi pedoman bagi negara untuk merencanakan kegiatan pada tahun tersebut. Bila suatu pembelanjaan telah direncanakan sebelumnya, maka negara dapat membuat rencana-rencana untuk medukung pembelanjaan tersebut. Misalnya, telah direncanakan dan dianggarkan akan membangun proyek pembangunan jalan dengan nilai sekian miliar. Maka, pemerintah dapat mengambil tindakan untuk mempersiapkan proyek tersebut agar bisa berjalan dengan lancar.
Fungsi pengawasan, berarti anggaran negara harus menjadi pedoman untuk menilai apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintah negara sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Dengan demikian akan mudah bagi rakyat untuk menilai apakah tindakan pemerintah menggunakan uang negara untuk keperluan tertentu itu dibenarkan atau tidak.
Fungsi alokasi, berarti bahwa anggaran negara harus diarahkan untuk mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya serta meningkatkan efesiensi dan efektivitas perekonomian.
Fungsi distribusi, berarti bahwa kebijakan anggaran negara harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan
Fungsi stabilisasi, memiliki makna bahwa anggaran pemerintah menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian.
Prinsip penyusunan APBN
Berdasarkan aspek pendapatan, prinsip penyusunan APBN ada tiga, yaitu:
1)      Intensifikasi penerimaan anggaran dalam jumlah dan kecepatan penyetoran.
2)      Intensifikasi penagihan dan pemungutan piutang negara.
3)      Penuntutan ganti rugi atas kerugian yang diderita oleh negara dan penuntutan denda.
Sementara berdasarkan aspek pengeluaran, prinsip penyusunan APBN adalah:
1)      Hemat, efesien, dan sesuai dengan kebutuhan.
2)      Terarah, terkendali, sesuai dengan rencana program atau kegiatan.
3)      Semaksimal mungkin menggunakan hasil produksi dalam negeri dengan memperhatikan kemampuan atau potensi nasional.
Azas penyusunan APBN
APBN disusun dengan berdasarkan azas-azas:
1)      Kemandirian, yaitu meningkatkan sumber penerimaan dalam negeri.
2)      Penghematan atau peningkatan efesiensi dan produktivitas.
3)      Penajaman prioritas pembangunan
4)      Menitik beratkan pada azas-azas dan undang-undang negara

CONTOH APBN DAN RAPBN
Tabel 1
Ringkasan APBN, 2011-2012
(MILIAR RUPIAH)
Uraian
2011
2012
APBN-P
RAPBN
A.    Pendapatan Negara dan Hibah
1.169.914,6
1.292.877,7
I. Penerimaan Dalam Negeri
1.165.252,5
1.292.052,6
    1. Penerimaan Perpajakan
878.685,2
1.019.332,4
   a. Pajak Dalam Negeri
831.745,3
976.898,8
   b. Pajak Perdagangan Internasional
46.939,9
42.433,6
 2. Penerimaan Negara Bukan Pajak
286.567,3
272.720,2
II. Hibah
4.662,1
825,1
B. Belanja Negara
1.320.751,3
1.418.497,7
I. Belanja Pemerintah Pusat
908.243,4
954.136,8
1. K/L
461.508,0
476.610,2
2. Non K/L
446.735,4
477.526,7
II. Transfer Ke Daerah
412.507,9
464.360,9
1. Dana Perimbangan
347.538,6
394.138,6
2. Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian
64.969,3
70.222,3
III. Suspen
0,0
0,0
C. Keseimbangan Primer
(44.252,9)
(2.548,1)
D. Surplus/Defisit Anggaran (A - B)
(150.836,7)
(125.620,0)
% terhadap PDB
(2,1)
(1,5)
E. Pembiayaan
150.836,7
125.620,0
I. Pembiayaan Dalam Negeri
153.613,3
125.912,3
II. Pembiayaan Luar negeri (neto)
(2.776,6)
(292,3)
Kelebihan/(Kekurangan) Pembiayaan
0,0
0,0
Tabel 2
Pendapatan Negara dan Hibah, 2011–2012
(miliar rupiah)
Uraian
2011
2012
APBN-P
RAPBN
I. Penerimaan Dalam Negeri
1.165.252,5
1.292.052,6
  1. Penerimaan Perpajakan
878.685,2
1.019.332,4
  a. Pajak dalam Negeri
831.745,3
976.898,8
        i. Pajak Penghasilan
431.977,0
512.834,5
       1. PPh Migas
65.230,7
58.665,8
       2. PPh Nonmigas
366.746,3
454.168,7
    ii. Pajak Pertambahan Nilai
298.441,4
350.342,2
    iii. Pajak Bumi dan Bangunan
29.057,8
35.646,9
    iv. BPHTB
-
-
    v. Cukai
68.075,3
72.443,1
    vi. Pajak Lainnya
4.193,8
5.632,0
 b. Pajak Perdagangan Internasional
46.939,9
42.433,6
      i. Bea Masuk
21.500,8
23.534,6
   ii. Bea Keluar
25.439,1
18.899,0
2. Penerimaan Negara Bukan Pajak
286.567,3
272.720,2
   a. Penerimaan SDA
191.976,0
172.870,8
       i. Migas
173.167,3
156.010,0
        1. Minyak bumi
123.051,0
112.449,0
    2. Gas alam
50.116,2
43.561,0
  ii. Non Migas
18.808,8
16.860,7
    1. Pertambangan umum
15.394,5
13.773,2
    2. Kehutanan
2.908,1
2.754,5
    3. Perikanan
150,0
100,0
    4. Pertambangan Panas Bumi
356,1
233,1
  b. Bagian Laba BUMN
28.835,8
27.590,0
  c. PNBP Lainnya
50.339,4
54.398,3
 d. Pendapatan BLU
15.416,0
17.861,1
II.Hibah
4.662,1
825,1
Pendapatan Negara dan Hibah
1.169.914,6
1.292.877,7




Tabel 3
BELANJA PEMERINTAH PUSAT, 2006-2012
(miliar rupiah)
Uraian
2011
2012
APBN-P
RAPBN
1. Belanja Pegawai
182.874,9
215.725,1
    a. Gaji dan Tunjangan
89.736,8
104.935,7
   b. Honorarium dan Vakasi
31.024,9
41.614,9
   c. Kontribusi Sosial
62.113,3
69.174,5
2. Belanja Barang
142.825,9
138.482,4
3. Belanja Modal
140.952,5
168.125,9
4. Pembayaran Bunga Utang
106.583,8
123.072,0
     a. Utang Dalam Negeri
76.613,7
89.357,7
    b. Utang Luar Negeri
29.970,1
33.714,3
5. Subsidi
237.194,7
208.850,2
    a. Energi
195.288,7
168.559,9
    b. Non Energi
41.906,0
40.290,3
6. Belanja Hibah
404,9
1.796,7
7. Bantuan Sosial
81.810,4
63.572,0
    a. Penanggulangan Bencana
4.000,0
4.000,0
    b. Bantuan Melalui K/L
77.810,4
59.572,0
8. Belanja Lain-lain
15.596,2
34.512,6
     a. Policy Measures
4.718,7
15.846,4
    b. Belanja Lainnya
10.877,4
14.486,0
    c. Penyesuaian Dana Pendidikan
-
4.180,2
Jumlah
908.243,4
954.136,8
Sumber: Anggaran Departemen Keuangan



Tabel 4
TRANSFER KE DAERAH, 2006–2012
(miliar rupiah)

2011
2012
APBN-P
RAPBN
I. Dana Perimbangan
347.538,6
394.138,6
   A. Dana Bagi Hasil
96.772,1
98.496,4
       1. Pajak
42.099,5
54.311,7
          a. Pajak Penghasilan
13.156,2
18.962,2
     b. Pajak Bumi dan Bangunan
27.593,1
33.968,6
     c. BPHTB
-
-
     d. Cukai
1.350,2
1.380,8
     2. Sumber Daya Alam
54.672,6
44.184,7
     a. Migas
37.306,3
31.441,9
     b. Pertambangan Umum
15.142,2
11.018,6
      c. Kehutanan
1.749,4
1.457,8
      d. Perikanan
123,7
80,0
      e. Pertambangan Panas Bumi
351,0
186,4
        3. Suspen
-
-
   B. Dana Alokasi Umum
225.533,7
269.526,2
   1. DAU Murni
225.532,8
269.526,2
      2. Tambahan Tunjangan Profesi Guru
-
-
      3. Koreksi Alokasi DAU Kab. Indramayu
-
-
   4. Koreksi Positif Alokasi DAU TA 2010
0,9
-
    C. Dana Alokasi Khusus
25.232,8
26.115,9
II. Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian
64.969,3
70.222,3
    A. Dana Otonomi Khusus
10.421,3
11.781,0
    B. Dana Penyesuaian
54.548,0
58.441,3
J u m l a h
412.507,9
464.360,9
Sumber: Anggaran Departemen Keuangan


TABEL 9
PEMBIAYAAN ANGGARAN, 2006–2012
(miliar rupiah)
Keterangan
2010
2012

APBN-P
RAPBN
A. Pembiayaan Dalam Negeri
153.613,3
125.912,3
   1.Perbankan Dalam Negeri
48.750,7
8.947,0
     1. rekening pemerintah
48.750,7
8.947,0
a.       Penerimaan cicilan peneruan penerusan pinjaman (RDI)
8.176,7
3.890,2
b.      Rekening pembanguan hutan
(766,8)
0,0
c.       Rekening pemerintah lainnya
-
-
d.      Rekening KUN untuk pembiayaan kredit investasi
853,9
-
e.       SAL
40.319,0
5.056,8
f.       Rekening Cadangan Dana Reboisasi
167,9
-
    2. Eks. Moratorium NAD dan Nias, Sumut
-
-
II. Non Perbankan Dalam Negeri
104.862,6
116.965,3
     1. Privatisasi
425,0
-
     2. Hasil Pengelolaan Aset
965,7
280,0
     a. Pengelolaan Asset
965,7
280,0
     b. PMN untuk Restrukturisasi BUMN
-
-
     3. Surat Berharga Negara (neto)
126.653,9
134.596,7
     4. Pinjaman Dalam Negeri
1.452,1
860,0
     5. Dana Investasi Pemerintah dan Restr. BUMN
(21.112,4)
(17.138,1)
    a. Investasi Pemerintah
(1.853,9)
(3.299,6)
    b. PMN dan Restrukturisasi BUMN
(10.460,4)
(6.852,8)
    c. Dana Bergulir
(8.798,1)
(6.985,8)
     6. Kewajiban Penjaminan
(904,0)
(633,3)
     7. Dana Pengembangan Pendidikan Nasional
(2.617,7)
(1.000,0)
    8. Pinjaman kepada PT. PLN
-
-
B. Pembiayaan Luar Negeri (neto)
(2.776,6)
(292,3)
I. Penarikan Pinjaman Luar Negeri
56.182,9
55.984,1
   1. Pinjaman Program
19.201,8
16.857,1
  2. Pinjaman Proyek
36.981,1
39.127,1
II. Penerusan Pinjaman
(11.724,8)
(9.016,4)
III. Pembayaran Cicilan Pokok Utang LN
(47.234,7)
(47.260,1)
Jumlah
150.836,7
125.620,0
Sumber: Anggaran Departemen Keuangan
1.        ANALISIS
Sejak terlanda oleh krisis moneter dan krisis ekonomi yang dimulai pada tahun 1997 sampai dengan saat ini perekonomian Indonesia masih sakit keras. Tercatat bahwa pendapatan pemerintah pada tahun 2011 sampai saat ini masih belum bisa menutupi pengeluaran atau pembiayaan yang lebih besar dibandingkan penerimaan pemerintah. Pendapatan pemerintah dapat dibedakan menjadi dua yaitu pendapatan dari dalam negeri dan pemerintah dari luar negeri akan tetapi  penerimaan pemerintah menurut APBN terdiri dari penerimaan dalam negeri dan hibah, penerimaan pemerintah dari dalam negeri dibagi menjadi 2 yaitu penerimaan pemerintah yang berasal dari pajak dan penerimaan pemerintah bukan pajak. Kebijakan Pemerintah di bidang pendapatan negara dan hibah diarahkan untuk mendukung kebijakan fiskal yang berkesinambungan melalui upaya optimalisasi pendapatan negara dan hibah, khususnya penerimaan dalam negeri. Hal ini sesuai dengan peran pendapatan negara dan hibah sebagai sumber pendanaan program-program pembangunan. Sebagai kontributor utama bagi penerimaan dalam negeri, penerimaan perpajakan diupayakan secara optimal melalui tiga kebijakan utama, yaitu: (1) reformasi di bidang administrasi; (2) reformasi di bidang peraturan dan perundang-undangan; dan (3) reformasi di bidang pengawasan dan penggalian potensi. Ketiga kebijakan tersebut secara umum berlaku baik di bidang pajak maupun di bidang kepabeanan dan cukai. Di bidang PNBP, kebijakan yang telah diambil Pemerintah dalam rangka optimalisasi adalah (1) meningkatkan produksi sumber daya alam (SDA); (2) peninjauan dan penyempurnaan peraturan di bidang PNBP; (3) meningkatkan pengawasan PNBP; dan (4) meningkatkan kinerja BUMN.
Berdasarkan tabel 1 menunjukkan bahwa pendapatan pemerintah Indonesia pada tahun 20011 berkisar Rp. 1.169.914.600.000.000.000,00, yang terdiri atas penerimaan perpajakan sebesar Rp. 878.685.200.000.000,00 dan penerimaan negara bukan pajak sebesar Rp. 286.567.300.000.000,00, serta penerimaan hibah sebesar Rp 4.662.100.000.000,00, sedangkan menurut rancangan Undang-Undang APBN tahun 2011 sebesar  Rp 1.086.369.587.745.000,00 yang terdiri atas Penerimaan perpajakan sebesar Rp 839.540.345.000.000,00, penerimaan negara bukan pajak sebesar Rp 243.089.742.745.000,00, serta penerimaan Hibah sebesar Rp 3.739.500.000.000,00. Hal ini menunjukkan bahwa pada tahun 2011 terjadi peningkatan dalam penerimaan pemerintah. Pendapatan tersebut  telah melebihi target yang direncanakan. Namun, hal tersebut masih belum dapat menutupi pengeluaran atau pembiayaan pemerintah. Karena pengeluaran pemerintah untuk pembangunan negara masih jauh lebih tinggi daripada penerimaannya yang hanya sebesar Rp 1.320.751.300.000.000,00 sehingga pemerintah mengalami defisit sebesar Rp 150.836.700.000.000 (2,1% terhadap PDB). Pembiayaan pemerintah baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri yang didapat pada tahun 2011 sebesar Rp 150.836.700.000.000,00 Untuk menutupi defisit negara, pemerintah melalukan pembiayaan dalam negeri dan luar negeri yang diperoleh dari tabungan negara, penarikan pinjaman luar negeri, dana investasi, penjualan surat-surat berharga seperti obligasi, surat utang negara, dan lain-lain. Kemungkinan defisit tersebut disebabkan oleh beberapa faktor antara lain:
1.             Kesadaran wajib pajak yang masih kurang
2.             Pengelolaan sumber daya alam yang belum optimal
3.             Tingkat korupsi yang masih tinggi sehingga penerimaan negara masih relatif rendah dibandingkan dengan negara-negara maju
4.             Penurunan daya beli masyarakat dan dunia usaha
5.             Perkembangan nilai tukar rupiah terhadap valuta asing
6.             Tingkat suku bunga deposito
7.             Turunnya efisiensi badan usaha milik negara dalam rangka meningkatkan laba
8.             Tingginya transfer ke daerah
9.             Dll.
Dan untuk tahun 2012 ini RAPBN pendapatan pemerintah Indonesia sekitar Rp. 1.292.877.700.000.000.000,00. Sedangkan pengeluaran (belanja negara) sebesar Rp 1.418.497.700.000.000. Rencana Anggaran Pendapatan Belanja Negara pada tahun 2012 terdiri atas penerimaan dan pengeluaran. Penerimaan antara lain:  bersumber dari perpajakan, bukan pajak (hasil produksi sumber daya alam, BUMN, dll), dan hibah. Sedangkan pengeluarannya terdiri atas: belanja negara (pemerintahan pusat), transfer daerah, dan suspen. Rancangan ini dibuat berdasarkan perkiraan kebutuhan, pengeluaran, dan penerimaan negara tahun 2012. RAPBN tahun 2012 ini diharapkan bisa dicapai bahkan melebihi target sehingga pengeluaran pemerintah dapat ditutupi dan tidak terjadi defisit. Semua penerimaan negara bukan pajak wajib disetor langsung secepatnya ke kas negara,penentuan penerimaan negara bukan pajak yang terutang sangat terkait dengan rasa keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum pada saat dilakukan pembahasan dan penyusunan rancangan Undang-Undang No. 20/1997 dihadapan para anggota Dewan Perwakilan Rakyat. Menurut norma hukum dalam pasal 4 Undang-Undang No. 20/1997 terutangnya penerimaan negara bukan pajak adalah pada saat tidak dilakukan penyetoran secara langsung secepatnya ke kas negara. Terjadinya penerimaan negara bukan pajak yang terutang berdasarkan pasal 4 Undang-Undang No. 20/1997 pada hakikatnya dapat dibagi atas dua bagian yaitu:
1.        Jumlah penerimaan negara bukan pajak tidak keseluruhan disetor langsung secepatnya ke kas negara; atau
2.        Dilakukan penyetoran, tetapi hanya sebagaian dari jumlah penerimaan negara bukan pajak ke kas negara.  
Tujuan pemerintah melakukan pengeluaran atau belanja negara demi terwujudnya pembangunan negara untuk menjadi maju. Pengeluaran tersebut digunakan untuk gaji pegawai, pendidikan, subsidi, pembayaran bunga hutang, dan lain-lain. Dalam melakukan pembiayaan pemerintah, pemerintah harus memikirkan resiko-resiko yang akan ditempuh dari kebijakan atau aturan yang dilakukan. Apakah akan beresiko besar atau sedikit. Apabila resiko yang diperkirakan ternyata lebih tinggi dari manfaatnya, maka kebijakan tersebut tidak dilakukan. Ataupun sebaliknya, jika resikonya sedikit, maka kebijakan tersebut dapat dipertimbankan untuk dilakukan.
Untuk mengatasi masalah-masalah pembiayaan dan penerimaan negara, pemerintah memberikan solusi dengan beberapa kebijakan. Kebijakan yang diusulkan untuk pemerintah Indonesia untuk menaikkan penerimaan pemerintah untuk dapat menutupi biaya pengeluaran pemerintah yang terlalu tinggi maka dapat diusulkan beberapa kebijakan antara lain:
1.      Ekstensifikasi pemungutan pajak penghasilan atau peningkatan pajak pertambahan nilai (PPN)
2.      Pengurangan subsidi bahan bakar minyak (BBM)
3.      Penarikan dana pemerintah pusat yang didaerahkan
4.      Penurunan porsi pembiayaan rupiah yang dalam proyek
5.      Peningkatan dari usaha swastanisasi BUMN dan peningkatan hasil penjualan aset-aset Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN)
Selain kebijakan tersebut pemerintah dapat melakukan pemberantasan korupsi. Karena dengan tidak adanya korupsi di suatu negara, maka penerimaan negara akan lebih tinggi dan bisa menghasilkan pendapatan yang tinggi.  Dari pendapatan tersebut apabila terjadi surplus, maka kita akan bisa membayar hutang-hutang pemerintah dari penerimaan negara tersebut.