Tugas Mata
Kuliah : Hukum Pajak Dan Perpajakan
Anggota : Eli Yuliani 2107120015
Hendri Suryadi AI 2107120148
Nida Nurwahidah 2107120097
Susilawati P 2107120151
Yanti Apriani 2107120129
Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), adalah rencana keuangan tahunan
pemerintahan negara Indonesia yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. APBN
berisi daftar sistematis dan terperinci yang memuat rencana penerimaan dan
pengeluaran negara selama satu tahun anggaran (1 Januari - 31 Desember). APBN,
perubahan APBN, dan pertanggungjawaban APBN setiap tahun ditetapkan dengan
Undang-Undang. Pemerintah
mengajukan Rancangan APBN dalam bentuk RUU tentang APBN kepada DPR. Setelah
melalui pembahasan, DPR menetapkan Undang-Undang tentang APBN selambat-lambatnya
2 bulan sebelum tahun anggaran dilaksanakan.
Pelaksanaan
APBN
Setelah
APBN ditetapkan dengan Undang-Undang, pelaksanaan APBN dituangkan lebih lanjut
dengan Peraturan Presiden.
Berdasarkan
perkembangan, di tengah-tengah berjalannya tahun anggaran, APBN dapat mengalami
revisi/perubahan. Untuk melakukan revisi APBN, Pemerintah harus mengajukan RUU
Perubahan APBN untuk mendapatkan persetujuan DPR. Perubahan APBN
dilakukan paling lambat akhir Maret, setelah pembahasan dengan Badan anggaran
DPR. Dalam keadaan darurat (misalnya terjadi bencana alam), Pemerintah dapat
melakukan pengeluaran yang belum tersedia anggarannya. Selambatnya 6 bulan
setelah tahun anggaran berakhir, Presiden menyampaikan RUU tentang
Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBN kepada DPR berupa Laporan keuangan yang
telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan.
Sumber
penerimaan APBN
Penerimaan
APBN diperoleh dari berbagai sumber yaitu :
1. Penerimaan
pajak yang meliputi :
a. Pajak
Penghasilan (PPh).
b. Pajak
Pertambahan Nilai (PPN).
c. Pajak
Bumi dan Bangunan(PBB).
d. Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) & Cukai.
e. Pajak
lainnya seperti Pajak Perdagangan (bea masuk dan pajak/pungutan ekspor).
2. Penerimaan
Negara Bukan Pajak (PNBP) meliputi :
a. Penerimaan
dari sumber daya alam.
b. Setoran
laba Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
c. Penerimaan
bukan pajak lainnya.
d. Belanja
terdiri atas dua jenis:
Belanja
Negara
Belanja
Pemerintah Pusat, adalah belanja yang digunakan untuk membiayai kegiatan
pembangunan Pemerintah Pusat, baik yang dilaksanakan di pusat maupun di daerah
(dekonsentrasi dan tugas pembantuan).
Belanja
Pemerintah Pusat dapat dikelompokkan menjadi:
a. Belanja
Pegawai
b. Belanja
Barang
c. Belanja
Modal
d. Pembiayaan
Bunga Utang
e. Subsidi
BBM dan Subsidi Non-BBM
f. Belanja
Hibah
g. Belanja
Sosial (termasuk Penanggulangan Bencana).
Belanja
Daerah, adalah belanja yang dibagi-bagi ke Pemerintah Daerah, untuk kemudian
masuk dalam pendapatan APBD daerah yang bersangkutan.
Belanja
Pemerintah Daerah meliputi:
a. Dana
Bagi Hasil
b. Dana
Alokasi Umum
c. Dana
Alokasi Khusus
d. Dana
Otonomi Khusus.
Pembiayaan
Pembiayaan
meliputi:
Pembiayaan
Dalam Negeri, meliputi Pembiayaan Perbankan, Privatisasi, Surat Utang Negara,
serta penyertaan modal negara.
Pembiayaan
Luar Negeri, meliputi: Penarikan
Pinjaman Luar Negeri, terdiri atas Pinjaman Program dan Pinjaman Proyek
Pembayaran
Cicilan Pokok Utang Luar Negeri, terdiri atas Jatuh Tempo dan Moratorium.
Dalam
penyusunan APBN, pemerintah menggunakan 7 indikator perekonomian makro, yaitu:
a. Produk
Domestik Bruto (PDB) dalam rupiah
b. Pertumbuhan
ekonomi tahunan (%)
c. Inflasi
(%)
d. Nilai
tukar rupiah per USD
e. Suku
bunga SBI 3 bulan (%)
f. Harga
minyak indonesia (USD/barel)
g. Produksi
minyak Indonesia (barel/hari)
Fungsi APBN
APBN
merupakan instrumen untuk mengatur pengeluaran dan pendapatan negara dalam
rangka membiayai pelaksanaan kegiatan pemerintahan dan pembangunan, mencapai
pertumbuhan ekonomi, meningkatkan pendapatan nasional, mencapai stabitas
perekonomian, dan menentukan arah serta prioritas pembangunan secara umum.
APBN
mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi, dan
stabilisasi. Semua penerimaan yang menjadi hak dan pengeluaran yang menjadi
kewajiban negara dalam suatu tahun anggaran harus dimasukkan dalam APBN.
Surplus penerimaan negara dapat digunakan untuk membiayai pengeluaran negara
tahun anggaran berikutnya.
Fungsi
otorisasi, mengandung arti bahwa anggaran negara menjadi dasar untuk
melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan, Dengan
demikian, pembelanjaan atau pendapatan dapat dipertanggungjawabkan kepada rakyat.
Fungsi
perencanaan, mengandung arti bahwa anggaran negara dapat menjadi pedoman bagi
negara untuk merencanakan kegiatan pada tahun tersebut. Bila suatu pembelanjaan
telah direncanakan sebelumnya, maka negara dapat membuat rencana-rencana untuk
medukung pembelanjaan tersebut. Misalnya, telah direncanakan dan dianggarkan
akan membangun proyek pembangunan jalan dengan nilai sekian miliar. Maka,
pemerintah dapat mengambil tindakan untuk mempersiapkan proyek tersebut agar
bisa berjalan dengan lancar.
Fungsi
pengawasan, berarti anggaran negara harus menjadi pedoman untuk menilai apakah
kegiatan penyelenggaraan pemerintah negara sesuai dengan ketentuan yang telah
ditetapkan. Dengan demikian akan mudah bagi rakyat untuk menilai apakah
tindakan pemerintah menggunakan uang negara untuk keperluan tertentu itu
dibenarkan atau tidak.
Fungsi
alokasi, berarti bahwa anggaran negara harus diarahkan untuk mengurangi
pengangguran dan pemborosan sumber daya serta meningkatkan efesiensi dan
efektivitas perekonomian.
Fungsi
distribusi, berarti bahwa kebijakan anggaran negara harus memperhatikan rasa
keadilan dan kepatutan
Fungsi
stabilisasi, memiliki makna bahwa anggaran pemerintah menjadi alat untuk
memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian.
Prinsip penyusunan APBN
Berdasarkan
aspek pendapatan, prinsip penyusunan APBN ada tiga, yaitu:
1) Intensifikasi
penerimaan anggaran dalam jumlah dan kecepatan penyetoran.
2) Intensifikasi
penagihan dan pemungutan piutang negara.
3) Penuntutan
ganti rugi atas kerugian yang diderita oleh negara dan penuntutan denda.
Sementara
berdasarkan aspek pengeluaran, prinsip penyusunan APBN adalah:
1) Hemat,
efesien, dan sesuai dengan kebutuhan.
2) Terarah,
terkendali, sesuai dengan rencana program atau kegiatan.
3) Semaksimal mungkin menggunakan
hasil produksi dalam negeri dengan memperhatikan kemampuan atau potensi
nasional.
Azas penyusunan APBN
APBN
disusun dengan berdasarkan azas-azas:
1) Kemandirian,
yaitu meningkatkan sumber penerimaan dalam negeri.
2) Penghematan
atau peningkatan efesiensi dan produktivitas.
3) Penajaman
prioritas pembangunan
4) Menitik
beratkan pada azas-azas dan undang-undang negara
CONTOH APBN DAN RAPBN
Tabel 1
Ringkasan APBN, 2011-2012
(MILIAR RUPIAH)
Uraian
|
2011
|
2012
|
APBN-P
|
RAPBN
|
|
A.
Pendapatan
Negara dan Hibah
|
1.169.914,6
|
1.292.877,7
|
I.
Penerimaan Dalam Negeri
|
1.165.252,5
|
1.292.052,6
|
1. Penerimaan Perpajakan
|
878.685,2
|
1.019.332,4
|
a. Pajak Dalam Negeri
|
831.745,3
|
976.898,8
|
b. Pajak Perdagangan Internasional
|
46.939,9
|
42.433,6
|
2. Penerimaan Negara Bukan Pajak
|
286.567,3
|
272.720,2
|
II.
Hibah
|
4.662,1
|
825,1
|
B.
Belanja Negara
|
1.320.751,3
|
1.418.497,7
|
I.
Belanja Pemerintah Pusat
|
908.243,4
|
954.136,8
|
1.
K/L
|
461.508,0
|
476.610,2
|
2.
Non K/L
|
446.735,4
|
477.526,7
|
II.
Transfer Ke Daerah
|
412.507,9
|
464.360,9
|
1.
Dana Perimbangan
|
347.538,6
|
394.138,6
|
2.
Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian
|
64.969,3
|
70.222,3
|
III.
Suspen
|
0,0
|
0,0
|
C.
Keseimbangan Primer
|
(44.252,9)
|
(2.548,1)
|
D.
Surplus/Defisit Anggaran (A - B)
|
(150.836,7)
|
(125.620,0)
|
%
terhadap PDB
|
(2,1)
|
(1,5)
|
E.
Pembiayaan
|
150.836,7
|
125.620,0
|
I.
Pembiayaan Dalam Negeri
|
153.613,3
|
125.912,3
|
II.
Pembiayaan Luar negeri (neto)
|
(2.776,6)
|
(292,3)
|
Kelebihan/(Kekurangan)
Pembiayaan
|
0,0
|
0,0
|
Tabel
2
Pendapatan Negara dan Hibah, 2011–2012
(miliar rupiah)
Uraian
|
2011
|
2012
|
APBN-P
|
RAPBN
|
|
I.
Penerimaan Dalam Negeri
|
1.165.252,5
|
1.292.052,6
|
1. Penerimaan Perpajakan
|
878.685,2
|
1.019.332,4
|
a. Pajak dalam Negeri
|
831.745,3
|
976.898,8
|
i. Pajak Penghasilan
|
431.977,0
|
512.834,5
|
1.
PPh Migas
|
65.230,7
|
58.665,8
|
2.
PPh Nonmigas
|
366.746,3
|
454.168,7
|
ii.
Pajak Pertambahan Nilai
|
298.441,4
|
350.342,2
|
iii.
Pajak Bumi dan Bangunan
|
29.057,8
|
35.646,9
|
iv.
BPHTB
|
-
|
-
|
v.
Cukai
|
68.075,3
|
72.443,1
|
vi.
Pajak Lainnya
|
4.193,8
|
5.632,0
|
b. Pajak Perdagangan Internasional
|
46.939,9
|
42.433,6
|
i. Bea Masuk
|
21.500,8
|
23.534,6
|
ii. Bea Keluar
|
25.439,1
|
18.899,0
|
2.
Penerimaan Negara Bukan Pajak
|
286.567,3
|
272.720,2
|
a. Penerimaan SDA
|
191.976,0
|
172.870,8
|
i. Migas
|
173.167,3
|
156.010,0
|
1. Minyak bumi
|
123.051,0
|
112.449,0
|
2.
Gas alam
|
50.116,2
|
43.561,0
|
ii. Non Migas
|
18.808,8
|
16.860,7
|
1.
Pertambangan umum
|
15.394,5
|
13.773,2
|
2.
Kehutanan
|
2.908,1
|
2.754,5
|
3.
Perikanan
|
150,0
|
100,0
|
4.
Pertambangan Panas Bumi
|
356,1
|
233,1
|
b. Bagian Laba BUMN
|
28.835,8
|
27.590,0
|
c. PNBP Lainnya
|
50.339,4
|
54.398,3
|
d. Pendapatan BLU
|
15.416,0
|
17.861,1
|
II.Hibah
|
4.662,1
|
825,1
|
Pendapatan
Negara dan Hibah
|
1.169.914,6
|
1.292.877,7
|
Tabel 3
BELANJA
PEMERINTAH PUSAT, 2006-2012
(miliar
rupiah)
Uraian
|
2011
|
2012
|
APBN-P
|
RAPBN
|
|
1. Belanja Pegawai
|
182.874,9
|
215.725,1
|
a. Gaji dan Tunjangan
|
89.736,8
|
104.935,7
|
b. Honorarium dan Vakasi
|
31.024,9
|
41.614,9
|
c. Kontribusi Sosial
|
62.113,3
|
69.174,5
|
2. Belanja Barang
|
142.825,9
|
138.482,4
|
3. Belanja Modal
|
140.952,5
|
168.125,9
|
4. Pembayaran Bunga
Utang
|
106.583,8
|
123.072,0
|
a. Utang Dalam Negeri
|
76.613,7
|
89.357,7
|
b. Utang Luar Negeri
|
29.970,1
|
33.714,3
|
5. Subsidi
|
237.194,7
|
208.850,2
|
a. Energi
|
195.288,7
|
168.559,9
|
b. Non Energi
|
41.906,0
|
40.290,3
|
6. Belanja Hibah
|
404,9
|
1.796,7
|
7. Bantuan Sosial
|
81.810,4
|
63.572,0
|
a. Penanggulangan Bencana
|
4.000,0
|
4.000,0
|
b. Bantuan Melalui K/L
|
77.810,4
|
59.572,0
|
8. Belanja Lain-lain
|
15.596,2
|
34.512,6
|
a. Policy Measures
|
4.718,7
|
15.846,4
|
b. Belanja Lainnya
|
10.877,4
|
14.486,0
|
c. Penyesuaian Dana Pendidikan
|
-
|
4.180,2
|
Jumlah
|
908.243,4
|
954.136,8
|
Sumber: Anggaran
Departemen Keuangan
Tabel 4
TRANSFER
KE DAERAH, 2006–2012
(miliar
rupiah)
|
2011
|
2012
|
APBN-P
|
RAPBN
|
|
I.
Dana Perimbangan
|
347.538,6
|
394.138,6
|
A. Dana Bagi Hasil
|
96.772,1
|
98.496,4
|
1. Pajak
|
42.099,5
|
54.311,7
|
a. Pajak Penghasilan
|
13.156,2
|
18.962,2
|
b.
Pajak Bumi dan Bangunan
|
27.593,1
|
33.968,6
|
c.
BPHTB
|
-
|
-
|
d.
Cukai
|
1.350,2
|
1.380,8
|
2. Sumber Daya Alam
|
54.672,6
|
44.184,7
|
a.
Migas
|
37.306,3
|
31.441,9
|
b.
Pertambangan Umum
|
15.142,2
|
11.018,6
|
c.
Kehutanan
|
1.749,4
|
1.457,8
|
d. Perikanan
|
123,7
|
80,0
|
e. Pertambangan Panas Bumi
|
351,0
|
186,4
|
3. Suspen
|
-
|
-
|
B. Dana Alokasi Umum
|
225.533,7
|
269.526,2
|
1.
DAU Murni
|
225.532,8
|
269.526,2
|
2. Tambahan Tunjangan Profesi Guru
|
-
|
-
|
3. Koreksi Alokasi DAU Kab. Indramayu
|
-
|
-
|
4.
Koreksi Positif Alokasi DAU TA 2010
|
0,9
|
-
|
C. Dana Alokasi Khusus
|
25.232,8
|
26.115,9
|
II.
Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian
|
64.969,3
|
70.222,3
|
A. Dana Otonomi Khusus
|
10.421,3
|
11.781,0
|
B. Dana Penyesuaian
|
54.548,0
|
58.441,3
|
J
u m l a h
|
412.507,9
|
464.360,9
|
Sumber: Anggaran
Departemen Keuangan
TABEL
9
PEMBIAYAAN
ANGGARAN, 2006–2012
(miliar
rupiah)
Keterangan
|
2010
|
2012
|
|
APBN-P
|
RAPBN
|
A.
Pembiayaan Dalam Negeri
|
153.613,3
|
125.912,3
|
1.Perbankan Dalam Negeri
|
48.750,7
|
8.947,0
|
1. rekening pemerintah
|
48.750,7
|
8.947,0
|
a. Penerimaan
cicilan peneruan penerusan pinjaman (RDI)
|
8.176,7
|
3.890,2
|
b. Rekening
pembanguan hutan
|
(766,8)
|
0,0
|
c. Rekening
pemerintah lainnya
|
-
|
-
|
d. Rekening
KUN untuk pembiayaan kredit investasi
|
853,9
|
-
|
e. SAL
|
40.319,0
|
5.056,8
|
f. Rekening
Cadangan Dana Reboisasi
|
167,9
|
-
|
2.
Eks. Moratorium NAD dan Nias, Sumut
|
-
|
-
|
II.
Non Perbankan Dalam Negeri
|
104.862,6
|
116.965,3
|
1. Privatisasi
|
425,0
|
-
|
2. Hasil Pengelolaan Aset
|
965,7
|
280,0
|
a.
Pengelolaan Asset
|
965,7
|
280,0
|
b.
PMN untuk Restrukturisasi BUMN
|
-
|
-
|
3. Surat Berharga Negara (neto)
|
126.653,9
|
134.596,7
|
4. Pinjaman Dalam Negeri
|
1.452,1
|
860,0
|
5. Dana Investasi Pemerintah dan Restr.
BUMN
|
(21.112,4)
|
(17.138,1)
|
a.
Investasi Pemerintah
|
(1.853,9)
|
(3.299,6)
|
b.
PMN dan Restrukturisasi BUMN
|
(10.460,4)
|
(6.852,8)
|
c.
Dana Bergulir
|
(8.798,1)
|
(6.985,8)
|
6. Kewajiban Penjaminan
|
(904,0)
|
(633,3)
|
7. Dana Pengembangan Pendidikan Nasional
|
(2.617,7)
|
(1.000,0)
|
8. Pinjaman kepada PT. PLN
|
-
|
-
|
B.
Pembiayaan Luar Negeri (neto)
|
(2.776,6)
|
(292,3)
|
I.
Penarikan Pinjaman Luar Negeri
|
56.182,9
|
55.984,1
|
1. Pinjaman Program
|
19.201,8
|
16.857,1
|
2.
Pinjaman Proyek
|
36.981,1
|
39.127,1
|
II.
Penerusan Pinjaman
|
(11.724,8)
|
(9.016,4)
|
III.
Pembayaran Cicilan Pokok Utang LN
|
(47.234,7)
|
(47.260,1)
|
Jumlah
|
150.836,7
|
125.620,0
|
Sumber: Anggaran
Departemen Keuangan
1.
ANALISIS
Sejak terlanda oleh krisis moneter dan
krisis ekonomi yang dimulai pada tahun 1997 sampai dengan saat ini perekonomian
Indonesia masih sakit keras. Tercatat bahwa pendapatan pemerintah pada tahun
2011 sampai saat ini masih belum bisa menutupi pengeluaran atau pembiayaan yang
lebih besar dibandingkan penerimaan pemerintah. Pendapatan pemerintah dapat dibedakan
menjadi dua yaitu pendapatan dari dalam negeri dan pemerintah dari luar negeri akan
tetapi penerimaan pemerintah menurut
APBN terdiri dari penerimaan dalam negeri dan hibah, penerimaan pemerintah dari
dalam negeri dibagi menjadi 2 yaitu penerimaan pemerintah yang berasal dari
pajak dan penerimaan pemerintah bukan pajak. Kebijakan Pemerintah di bidang
pendapatan negara dan hibah diarahkan untuk mendukung kebijakan fiskal yang
berkesinambungan melalui upaya optimalisasi pendapatan negara dan hibah, khususnya
penerimaan dalam negeri. Hal ini sesuai dengan peran pendapatan negara dan
hibah sebagai sumber pendanaan program-program pembangunan. Sebagai kontributor
utama bagi penerimaan dalam negeri, penerimaan perpajakan diupayakan secara
optimal melalui tiga kebijakan utama, yaitu: (1) reformasi di bidang
administrasi; (2) reformasi di bidang peraturan dan perundang-undangan; dan (3)
reformasi di bidang pengawasan dan penggalian potensi. Ketiga kebijakan
tersebut secara umum berlaku baik di bidang pajak maupun di bidang kepabeanan
dan cukai. Di bidang PNBP, kebijakan yang telah diambil Pemerintah dalam rangka
optimalisasi adalah (1) meningkatkan produksi sumber daya alam (SDA); (2)
peninjauan dan penyempurnaan peraturan di bidang PNBP; (3) meningkatkan pengawasan
PNBP; dan (4) meningkatkan kinerja BUMN.
Berdasarkan
tabel 1 menunjukkan bahwa pendapatan pemerintah Indonesia pada tahun 20011
berkisar Rp. 1.169.914.600.000.000.000,00,
yang terdiri atas penerimaan perpajakan sebesar Rp. 878.685.200.000.000,00 dan
penerimaan negara bukan pajak sebesar Rp. 286.567.300.000.000,00, serta
penerimaan hibah sebesar Rp 4.662.100.000.000,00, sedangkan menurut rancangan
Undang-Undang APBN tahun 2011 sebesar Rp
1.086.369.587.745.000,00 yang terdiri atas Penerimaan perpajakan sebesar Rp 839.540.345.000.000,00,
penerimaan negara bukan pajak sebesar Rp 243.089.742.745.000,00, serta
penerimaan Hibah sebesar Rp 3.739.500.000.000,00. Hal ini menunjukkan bahwa pada tahun 2011 terjadi peningkatan dalam
penerimaan pemerintah. Pendapatan tersebut
telah melebihi target yang direncanakan. Namun, hal tersebut masih belum
dapat menutupi pengeluaran atau pembiayaan pemerintah. Karena pengeluaran
pemerintah untuk pembangunan negara masih jauh lebih tinggi daripada
penerimaannya yang hanya sebesar Rp 1.320.751.300.000.000,00 sehingga
pemerintah mengalami defisit sebesar Rp 150.836.700.000.000 (2,1% terhadap
PDB). Pembiayaan pemerintah baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri yang
didapat pada tahun 2011 sebesar Rp 150.836.700.000.000,00 Untuk menutupi
defisit negara, pemerintah melalukan pembiayaan dalam negeri dan luar negeri
yang diperoleh dari tabungan negara, penarikan pinjaman luar negeri, dana
investasi, penjualan surat-surat berharga seperti obligasi, surat utang negara,
dan lain-lain. Kemungkinan defisit tersebut disebabkan oleh beberapa faktor
antara lain:
1.
Kesadaran wajib pajak yang masih kurang
2.
Pengelolaan sumber daya alam yang belum optimal
3.
Tingkat korupsi yang masih tinggi sehingga penerimaan negara masih
relatif rendah dibandingkan dengan negara-negara maju
4.
Penurunan daya beli masyarakat dan dunia usaha
5.
Perkembangan nilai tukar rupiah terhadap valuta asing
6.
Tingkat suku bunga deposito
7.
Turunnya efisiensi badan usaha milik negara dalam rangka meningkatkan
laba
8.
Tingginya transfer ke daerah
9.
Dll.
Dan untuk tahun 2012 ini RAPBN pendapatan pemerintah
Indonesia sekitar Rp. 1.292.877.700.000.000.000,00. Sedangkan pengeluaran
(belanja negara) sebesar Rp 1.418.497.700.000.000. Rencana Anggaran Pendapatan
Belanja Negara pada tahun 2012 terdiri atas penerimaan dan pengeluaran.
Penerimaan antara lain: bersumber dari
perpajakan, bukan pajak (hasil produksi sumber daya alam, BUMN, dll), dan
hibah. Sedangkan pengeluarannya terdiri atas: belanja negara (pemerintahan
pusat), transfer daerah, dan suspen. Rancangan ini dibuat berdasarkan perkiraan
kebutuhan, pengeluaran, dan penerimaan negara tahun 2012. RAPBN tahun 2012 ini
diharapkan bisa dicapai bahkan melebihi target sehingga pengeluaran pemerintah
dapat ditutupi dan tidak terjadi defisit. Semua penerimaan negara bukan pajak
wajib disetor langsung secepatnya ke kas negara,penentuan penerimaan negara
bukan pajak yang terutang sangat terkait dengan rasa keadilan, kemanfaatan, dan
kepastian hukum pada saat dilakukan pembahasan dan penyusunan rancangan
Undang-Undang No. 20/1997 dihadapan para anggota Dewan Perwakilan Rakyat.
Menurut norma hukum dalam pasal 4 Undang-Undang No. 20/1997 terutangnya
penerimaan negara bukan pajak adalah pada saat tidak dilakukan penyetoran
secara langsung secepatnya ke kas negara. Terjadinya penerimaan negara bukan
pajak yang terutang berdasarkan pasal 4 Undang-Undang No. 20/1997 pada
hakikatnya dapat dibagi atas dua bagian yaitu:
1.
Jumlah penerimaan negara bukan pajak tidak keseluruhan disetor langsung
secepatnya ke kas negara; atau
2.
Dilakukan penyetoran, tetapi hanya sebagaian dari jumlah penerimaan
negara bukan pajak ke kas negara.
Tujuan pemerintah melakukan pengeluaran atau belanja
negara demi terwujudnya pembangunan negara untuk menjadi maju. Pengeluaran
tersebut digunakan untuk gaji pegawai, pendidikan, subsidi, pembayaran bunga
hutang, dan lain-lain. Dalam melakukan pembiayaan pemerintah, pemerintah harus
memikirkan resiko-resiko yang akan ditempuh dari kebijakan atau aturan yang
dilakukan. Apakah akan beresiko besar atau sedikit. Apabila resiko yang
diperkirakan ternyata lebih tinggi dari manfaatnya, maka kebijakan tersebut
tidak dilakukan. Ataupun sebaliknya, jika resikonya sedikit, maka kebijakan
tersebut dapat dipertimbankan untuk dilakukan.
Untuk mengatasi masalah-masalah pembiayaan dan
penerimaan negara, pemerintah memberikan solusi dengan beberapa kebijakan.
Kebijakan yang diusulkan untuk pemerintah Indonesia untuk menaikkan penerimaan
pemerintah untuk dapat menutupi biaya pengeluaran pemerintah yang terlalu
tinggi maka dapat diusulkan beberapa kebijakan antara lain:
1.
Ekstensifikasi pemungutan pajak penghasilan atau peningkatan pajak
pertambahan nilai (PPN)
2.
Pengurangan subsidi bahan bakar minyak (BBM)
3. Penarikan dana pemerintah pusat yang didaerahkan
4.
Penurunan porsi pembiayaan rupiah yang dalam proyek
5.
Peningkatan dari usaha swastanisasi BUMN dan peningkatan hasil penjualan
aset-aset Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN)
Selain kebijakan tersebut pemerintah dapat melakukan
pemberantasan korupsi. Karena dengan tidak adanya korupsi di suatu negara, maka
penerimaan negara akan lebih tinggi dan bisa menghasilkan pendapatan yang
tinggi. Dari pendapatan tersebut apabila
terjadi surplus, maka kita akan bisa membayar hutang-hutang pemerintah dari
penerimaan negara tersebut.